Senin, 26 Mei 2014

TUGAS SEMANTIK KE-8 FITRI HANI/ KELAS 6C/ 116211377



Mengapa Allah Sesekali menyebut dirinya AKU dan KAMI?

Allah menggunakan sebutan Aku, ketika Ia berkata mengenai Diri-Nya sendiri sebagai Tuhan Yang menguasai segala sesuatu, tanpa melibatkan makhluk-Nya yang lain. Kemudian Allah menggunakan sebutan Kami pada kesempatan lain, Itu artinya Allah melibatkan makhluk-Nya yang lain (misalnya para malaikat yang membawa dan menjalankan perintah-Nya). Hal ini menunjukkan kerendahan hati dan contoh akhlak yang sangat mulia dari Tuhan Yang Maha Tinggi bagi para manusia yang tidak berdaya. Seperti dalam surat Albaqoroh ayat 30 dan 38 berikut ini:
 وَ إِذْ قَالَ رَبُّكَ لِلْمَلاَئِكَةِ إِنِّيْ جَاعِلٌ فِي الْأَرْضِ خَلِيْفَةً قَالُوْا أَتَجْعَلُ فِيْهَا مَن يُفْسِدُ يَسْفِكُ الدِّمَاءَ وَ نَحْنُ نُسَبِّحُ بِحَمْدِكَ وَ نُقَدِّسُ لَكَ قَالَ إِنِّيْ أَعْلَمُ مَا لاَ تَعْلَمُوْنَفِيْهَا وَ
Artinya:
Dan (ingatlah) tatkala Tuhan engkau berkata kepada Malaikat : Sesungguhnya Aku hendak menjadikan di bumi seorang khalifah. Berkata mereka : Apakah Engkau hendak menjadikan padanya orang yang merusak di dalam nya dan menumpahkan darah, padahal kami bertasbih dengan memuji Engkau dan memuliakan Engkau ? Dia berkata : Sesungguhnya Aku lebih mengetahui apa yang tidak kamu ketahui.
قُلْنَا اهْبِطُوا مِنْهَا جَمِيعًا ۖ فَإِمَّا يَأْتِيَنَّكُمْ مِنِّي هُدًى فَمَنْ تَبِعَ هُدَايَ فَلَا خَوْفٌ عَلَيْهِمْ وَلَا هُمْ يَحْزَنُونَ
Artinya:
Kami berfirman: "Turunlah kamu semuanya dari surga itu! Kemudian jika datang petunjuk-Ku kepadamu, maka barang siapa yang mengikuti petunjuk-Ku, niscaya tidak ada kekhawatiran atas mereka, dan tidak (pula) mereka bersedih hati". 

TUGAS INDIVIDU KE-3 SINTAKSIS



Nama    : Fitri Hani
Npm     : 116211377
Kelas    : 6C





Ket:
FN        : Frasa Nomina
Demon  : Demonstrativa/ kata penunjuk
FV         : Frasa Verba

Senin, 12 Mei 2014

Tugas 6 Semantik (FITRI HANI KELAS 6C)



1.      Berdasarkan alquran
 Jalan yang lurus, yaitu jalan hidup yang benar, yang dapat membuat bahagia di dunia dan di akhirat.
2.      Berdasarkan hadist
  اهْدِنَا الصِّرَاطَ الْمُسْتَقِيمَ (6)

Artinya: Tunjukilah kami jalan yang lurus

"Ihdi": Pimpinlah, tunjukilah, berilah hidayah  Arti "hidayah" ialah: Menunjukkan sesuatu jalan atau cara menyampaikan orang kepada orang yang ditujunya dengan baik. Macam-macam hidayah (petunjuk)  Allah telah memberi manusia bermacam-macam hidayah, yaitu:
1. Hidayah naluri (garizah)
Manusia begitu juga binatang-binatang, dilengkapi oleh Allah dengan bermacam-macam sifat, yang timbulnya bukanlah dari pelajaran, bukan pula dari pengalaman, melainkan telah dibawanya dari kandungan ibunya. Sifat-sifat ini namanya "naluri", dalam bahasa Arab disebut "garizah".

2. Hidayah Pancaindra
Karena garizah itu sifatnya belum pasti sebagai disebutkan di atas, maka ia belum cukup untuk jadi hidayah bagi kebahagiaan hidup manusia di dunia dan di akhirat. Sebab itu oleh Allah swt. manusia dilengkapi lagi dengan pancaindra. Pancaindra itu sangat besar harganya terhadap pertumbuhan akal dan pikiran manusia.

3.      Hidayah akal (pikiran)
Akal dan kadar kesanggupannya dengan adanya akal itu dapatlah manusia menyalurkan garizah ke arah yang baik agar garizah itu menjadi pokok bagi kebaikan, dan dapatlah manusia membetulkan kesalahan-kesalahan pancaindranya, membedakan buruk dengan baik. Malah sangguplah dia menyusun mukadimah untuk menyampaikannya kepada natijah, mempertalikan akibat dengan sebab, memakai yang mahsusat sebagai tangga kepada yang ma'qulat, mempergunakan yang dapat dilihat, diraba dan dirasai untuk menyampaikannya kepada yang abstrak, maknawi dan gaib, mengambil dalil dari adanya makhluk untuk adanya khalik, dan begitulah seterusnya.

4.      Hidayah agama
Karena hal-hal yang disebutkan itu, maka diutuslah oleh Allah rasul-rasul untuk membawa agama yang akan menunjukkan kepada manusia jalan yang harus mereka tempuh untuk kebahagiaan mereka dunia dan akhirat. Adalah yang mula-mula ditanamkan oleh rasul-rasul itu kepercayaan tentang adanya Tuhan Yang Maha Esa dengan segala sifat-sifat kesempurnaan-Nya, guna membersihkan iktikad manusia dari kotoran syirik (mempersekutukan Tuhan).
Rasul membawa manusia kepada kepercayaan tauhid itu dengan melalui akal dan logika, yaitu dengan mempergunakan dalil-dalil yang tepat dan logis. (Ingatlah kepada soal-jawab antara Nabi Ibrahim dengan Namruz, Nabi Musa dengan Firaun, dan seruan-seruan Alquran kepada kaum musyrikin Quraisy agar mereka mempergunakan akal). Berhubung Muhammad saw. adalah seorang nabi penutup maka syariat yang dibawanya, diberi oleh Tuhan sifat-sifat tertentu agar sesuai dengan segala masa dan keadaan.
Hidayah yang dimohonkan kepada Tuhan  Agama Islam sebagai hidayah dan senjata hidup yang penghabisan, atau jalan kebahagiaan yang terakhir, telah dianugerahkan Tuhan, tetapi adakah orang pandai mempergunakan senjata itu, dan adakah semua hamba Allah sukses dalam menempuh jalan yang dibentangkan oleh Tuhan. Tidak banyak manusia yang pandai menerapkan agama, beribadat (menyembah Allah) sebagai yang diridai oleh yang disembah, bahkan pelaksanaan syariat tidak sesuai dengan yang dimaksud oleh Pembuat syariat itu.
Karena itu kita diajari Allah memohonkan kepada-Nya agar diberi-Nya ma`unah, dibimbing dan dijaga-Nya selama-lamanya serta diberi-Nya taufik agar dapat memakai semua macam hidayah yang telah dianugerahkan-Nya itu menurut semestinya. Garizah-garizah supaya dapat disalurkan ke arah yang baik, pancaindra supaya berfungsi betul, akal supaya sesuai dengan yang benar, tuntunan-tuntunan agama agar dapat dilaksanakan menurut yang dimaksud oleh yang menurunkan agama itu dengan tidak ada cacat, janggal dan salah. Tegasnya manusia yang telah diberi Tuhan bermacam-macam hidayah yang disebutkan di atas (garizah-garizah, pancaindra, akal dan agama) belum dapat mencukupkan semata-mata hidayah-hidayah itu saja, tetapi dia masih membutuhkan ma`unah dan bimbingan dari Allah (yaitu taufik-Nya). Maka ma`unah dan bimbingan itulah yang kita mohonkan dan kepada Allah sajalah kita hadapkan permohonan itu.
Dengan perkataan lain, Allah telah memberi kita hidayah-hidayah tersebut, tak ubahnya seakan-akan Dia telah membentangkan di muka kita jalan raya yang menyampaikan kepada kebahagiaan hidup duniawi dan ukhrawi, maka yang dimohonkan kepada-Nya lagi ialah "membimbing kita dalam menjalani jalan yang telah terbentang itu". Dengan ringkas hidayah dalam ayat "ihdinassiratal mustaqim" ini berarti "taufik" (bimbingan), dan taufik itulah yang dimohonkan di sini kepada Allah.
Taufik ini dimohonkan kepada Allah sesudah kita berusaha dengan sepenuh tenaga, pikiran dan ikhtiar, karena berusaha dengan sepenuh tenaga adalah kewajiban kita, tetapi sampai berhasil sesuatu usaha adalah termasuk kekuasaan Allah. Dengan ini kelihatanlah pertalian ayat ini dengan ayat yang sebelumnya. Ayat yang sebelumnya Allah mengajari hamba-Nya supaya menyembah memohonkan pertolongan kepada-Nya, sedangkan pada ayat ini Allah menerangkan apa yang akan dimohonkan, dan bagaimana memohonkannya.
Maka tak ada pertentangan antara kedua firman Allah tersebut dan firman Allah yang ditujukan kepada Nabi yang berbunyi:
  
5.      وَإِنَّكَ لَتَهْدِي إِلَى صِرَاطٍ مُسْتَقِيمٍ
Artinya:
Dan sesungguhnya kamu benar-benar memberi petunjuk kepada jalan yang lurus. (Q.S Asy Syura: 52)
Dan firman-Nya:
 
6.      إِنَّكَ لَا تَهْدِي مَنْ أَحْبَبْتَ وَلَكِنَّ اللَّهَ يَهْدِي مَنْ يَشَاءُ

Artinya:
Sesungguhnya kamu tidak akan dapat memberi petunjuk kepada orang yang kamu kasihi tetapi Allahlah yang dapat memberi petunjuk kepada orang yang dikehendaki-Nya. (Q.S Al Qasas: 56)
Sebab yang dimaksud dengan hidayah pada ayat pertama, ialah menunjukkan jalan yang harus ditempuh, dan ini memang adalah tugas nabi. Tetapi yang dimaksud dengan hidayah pada ayat kedua ialah membimbing manusia dalam menempuh jalan itu dan memberikan taufik agar sukses dan berbahagia dalam perjalanannya, dan ini tidaklah masuk dalam kekuasaan Nabi, hanya adalah hak Allah semata-mata.
7.      الصِّرَاطَ الْمُسْتَقِيمَ (6)

Artinya:
Jalan yang lurus (yang menyampaikan kepada yang dituju). (Q.S Al Fatihah: 6)
Apakah yang dimaksud dengan jalan lurus itu? Di atas telah diterangkan bahwa rasul-rasul telah membawa `aqaid (kepercayaan-kepercayaan) hukum-hukum, peraturan-peraturan, akhlak, dan pelajaran-pelajaran. Pendeknya telah membawa segala sesuatu yang perlu untuk kebahagiaan hidup manusia di dunia dan akhirat. Maka aqaid, hukum-hukum, peraturan-peraturan, akhlak dan pelajaran-pelajaran itulah yang dimaksud dengan jalan lurus itu, karena dialah yang menyampaikan manusia kepada kebahagiaan hidup di dunia dan akhirat sebagai disebutkan.
Jadi dengan menyebut ayat ini seakan-akan kita memohon kepada Tuhan: "Bimbing dan beri taufiklah kami, ya Allah dalam melaksanakan ajaran-ajaran agama kami. Betulkanlah kepercayaan kami. Bimbing dan beri taufiklah kami dalam melaksanakan kepercayaan kami. Bimbing dan beri taufiklah kami dalam melaksanakan hukum, peraturan-peraturan, serta pelajaran-pelajaran agama kami. Jadikanlah kami mempunyai akhlak yang mulia, agar berbahagia hidup kami di dunia dan akhirat".